Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Cara Cepat Vs Cara Gampang dalam Menyelesaikan Soal Matematika

Cara Cepat VS Cara Gampang dalam Menyelesaikan Soal Matematika

Penyelesaian Soal Matematika
Ilustrasi Penyelesaian Soal Matematika


Gurusd.id - Teman-teman yang sering membaca tulisan saya pasti paham saya ini benci trik cepat dalam matematika. Tak ada toleransi untuk trik cepat. Atas alasan apapun trik cepat tak layak digunakan. Sering sekali saya mengkritik trik cepat yang beredar baik di IG atau di tik-tok.


Bagi saya trik cepat itu racun yang justru merusak kemampuan bermatematika. Racun yang menjerumuskan siswa terus dalam kebodohan berpikir.


Mulai matematikawan terkemuka seperti Paul Lockhart sampai ahli pendidikan matematika seperti Jo Boaler semua mengungkap hal yang serupa.


Dalam banyak cara cepat seringkali menghilangkan proses bermatematika. Cara cepat ini seringkali dalam bentuk rumus yang sudah jadi.


Tinggalkan masukkan nilai-nilai inputan lalu hitung dan jadilah angka yang dicari. Tapi, jika seperti itu, dimana letak proses bermatematikanya?


Bukannya semakin tidak berpikir seseorang semakin tidak bermatematika. Sering saya sampaikan semakin cepat sebuah cara cepat semakin hilang kesempatan berpikirnya. Saya akan tunjukkan.


Misalnya ada sebuah permasalahan mencari luas persegi panjang. Nyaris semua guru menyarankan untuk menggunakan cara cepat.


Yaps, rumus sudah ada. Masukkan saja nilai-nilainya. Coba lihat ilustrasi yg saya buat sebelah kiri. Jika panjangnya 8 cm lalu lebarnya 4 cm maka tinggal masukkan dalam rumus luas=panjang kali lebar. 8 kali 4 sama dengan 32 cm^2 (read: persegi). Apakah jawabannya benar? Tentu. Tapi apakah bermakna?


Coba kita berpikir secara kritis sekarang. Mengapa angka dua diatas tulisan cm dibaca persegi? Dimana letak perseginya?


Bukannya soalnya tentang persegi panjang, kok jadi cm persegi? Lalu mengapa 8 kali 4 bukannya 8 tambah 4? Apakah sama jika bukan 8 kali 4 melainkan 4 kali 8?


Asemnya, banyak guru yang bingung menjawab pertanyaan kritis itu justru menjawab dengan sstu jawaban pamungkas, "pokoknya ya gitu", "rumusnya dari sana begitu", dan jawaban yang menumpulkan pikiran lainnya.


Sekarang kita kritisi lagi apakah rumus cepat itu gampang? Sebab dalam banyak hal tidak semua yang cepat itu gampang kan.Jika terus bergantung pada rumus cepat, maka semakin belajar matematika, semakin banyak rumus yang perlu dihafal.


Faktanya (dari semua penelitian yg saya baca) menghafal rumus itu bukan hal yang mudah. Mengapa? Sebab rumus itu tidak bermakna dan otak kita terlatih untuk melupakan segala sesuatu yang tanpa makna.


Tidak percaya? Tanyakan kepada orang-orang dewasa di sekitar anda. Tanyakan apa rumus untuk luas persegi panjang, segitiga atau lingkaran.


Tidak akan banyak yang bisa menjawab. Mengapa? sebab otak mereka sadar rumus itu tidak penting dalam hidup mereka.


Kecuali mereka yang berprofesi guru yang kerjaannya terus menjejalkan rumus-rumus itu kesiswanya. Jadi, sekali lagi, yang cepat belum tentu gampang.


Sekarang coba bandingkan dengan ilustrasi sebelah kanan. Dari mana cara itu muncul? Tentu dari pengertian luas.


Sejak jaman dahulu luas dihitung dengan cara menghitung banyak persegi yang dapat menutupi suatu bangun datar.


Konsep luas itu sejatinya tentang menghitung banyak persegi dalam satuan tertentu (dalam hal ini centimeter).


Kita mengukur panjang (katakan cm) dengan cara menghitung ada berapa banyak panjang 1 cm pada suatu garis.


Kita menghitung luas (katakan cm) dengan cara menghitung berapa banyak persegi (ukuran 1 cm dikali 1 cm) menutupi suatu bangun datar. Kita menghitung volume pun dengan cara serupa.


Jadi, agar dapat menghitung banyaknya persegi menutupi persegi panjang dalam satuan cm, maka kita bagi panjang dan lebarnya dalam ukuran 1 centimeteran.


Coba lihat gambar. Dengan begitu jelas bahwa persegi yang menutupi persegi panjang itu sebanyak 32. Kita bisa menghitungnya secara manual.


Tapi, agar terbentuk koneksi matematika, kita dapat menghubungkan dengan konsep perkalian. Perhatikan ada 4 baris yang pada setiap baris ada 8 persegi.


Ini kan konsep perkalian. Begitu juga jika kita memandang ada 8 kolom yang setiap kolomnya berisi 4 persegi. Gampang kan.


Selain itu kita dapat menjawab semua pertanyaan kritis kita sebelumnya. Mengapa angka 2 di atas cm dibaca persegi, karena itu melambangkan persegi dengan ukuran 1 cm kali 1 cm yg digunakan untuk mengukur luas.


Letak perseginya juga jelas ada sebanyak 32 persegi yang menutupi area persegi panjang. Kenapa dikalikan?


Ya sebab ada setiap persegi dalam jumlah yang sama tiap kolomnya dan begitu sebaliknya. Apakah sama jika 4 dikali 8? Tentu, karena itu hanya soal sudut pandang kolom dan baris saja.


Dengan begitu kita punya kesempatan mengajarkan pada siswa konsep luas. Menghubungkannya dengan konsep persegi.


Kita juga membangun koneksi dengan perkalian beserta sifat komutatifnya. Di lain kesempatan cara gampang ini akan memungkinkan siswa memiliki konsep yang mapan untuk mencari tahu luas bangun datar yang lainnya bahkan lingkaran.


Lebih jauh lagi konsep ini akan menjadi dasar ketika mereka belajar volume pada dimensi tiga. Itulah mengapa saya menyebutnya cara gampang.


Sebab sampai kapanpun cara berpikir demikian yang akan bertahan lama di otak kita.


Lalu pemuja trik cepat akan nyinyir dengan berkata, "lah kalau ngerjain soal ulangan yang butuh cepet gak bisa dong pakai cara itu".


Sebenarnya saya menjelaskan masalah ini berulang-ulang untuk mereka. Ada banyak buku yang sudah membahas itu seperti a mind for number karya Barbara Oakley, thinking fast and slow dari Daniel Kahneman. Tapi, baiklah saya sisakan sedikit kesabaran pada para pemuja itu semoga mereka bertobat.


Ketika konsep sudah tertanam dengan baik maka pemahaman yang bermakna itu akan melekat pada otak.


Seorang siswa yang paham benar konsep luas tentu dapat memproses pembagian persegi panjang sampai menjadi beberapa persegi itu di dalam otaknya.


Sudah masuk dalam intuisinya sehingga tindakan yang dia lakukan ya hanya mengalikan 8x4=32. Tindakan sebelumnya terjadi pada sistem cepat dalam otaknya.


Sudah jelaskan, jauh lebih mudah mengajarkan matematika dengan cara gampang berlandaskan konsep matematika dan koneksinya.


Namun begitu mengajarkan cara gampang ini memang tidak gampang. Seorang guru harus punya modal lebih banyak.


Dia harus punya pengetahuan tentang konsep matematika dan cara mengajarkannya. Harus mau bersusah payah membuat media pembelajaran yang menunjang, terutama siswa di tingkat dasar.


Harus punya kesabaran yang ekstra. Bagaimanapun makanan sehat memang lebih butuh waktu lama untuk disiapkan daripada sekedar junkfood.


Sayangnya lagi tidak banyak kesempatan kita bisa mempelajari bagaimana setiap konsep dalam matematika diajarkan.


Di bangku perkuliahan pun sering kali kita hanya diajarkan untuk menguasai konsep-konsep itu untuk kita sendiri. Sedangkan bagaimana konsep diajarkan mungkin hanya diberikan satu atau dua contoh saja.


Seorang guru harus mau belajar dan terus belajar tidak hanya tentang matematika tapi juga bagaimana matematika diajarkan.


Mau belajar bersama? Kita janjian di sini saja. Guru-guru akan belajar bagaimana konsep matematika diajarkan, bagaimana pembelajaran matematika masa kini di masa Blended Learning.


Penulis ilustrasi gambar: Rachmat Hidayat

Post a Comment for "Cara Cepat Vs Cara Gampang dalam Menyelesaikan Soal Matematika"